Jumat, 09 Maret 2012

Catatan Sebuah Perjalanan. . .


GN. TALANG, Kabut itu begitu pekat menyelimuti hampir seluruh permukaan bumi. Namun tak akan kubiarkan pekatnya kabut hari itu masuk ke dalam jiwa dan pikiranku. Pikiran positif terus kubangun dan kujaga hingga tak ada sebersit rasa pesimis di hari itu. Senyum, canda, tawa dan nyanyian yang didendangkan orang disekitar semekin mempertebal kekuatan positif dalam diriku untuk mengawali sebuah perjalanan yang sangat berarti dalam sejarah kehidupanku. Meskipun kurasakan pikiran dan perasaan yang yak selaras dengan alam saat itu. Hingga akhirnya aku dan teman-teman tiba dikaki gunung Talang di nagari Bukit Sileh Kab. Solok, Sumatera Barat. Ya,, hari itu aku bersama beberapa orang rekan akan melakukan pendakian puncak gunung talang pada ketinggian 2597 mdpl.

Keindahan panorama beberapa gunung di sumatera barat dan jambi seperti merapi, singgalang, tandikek, talamau dan kerinci, serta empat kawah aktif yang berada dipunggung gunung dengan disinari cahaya jingga yang muncul dari sela-sela awan di ufuk timur menjadi pemandangan luar biasa yang terus memenuhi pikiranku hingga tak ku hiraukan dinginnya kabut yang menyelimuti puncak hingga kaki gunung Talang.


Kulangkahkan kakiku menyusuri jalan setapak menuju sebuah tujuan tak tak ku tau dimana tujuan itu. Bagaimana aku tau dimana tujuanku, ketika kutajamkan pandangan berbagai arah, tak satupun yang dapat kulihat selain kabut yang sungguh pekat di sore itu. Tapi apalah peduliku akan rintangan kecil itu, masih belum mammpu menggoyahkan semangatku untuk menggapai tujuan ku saat itu. Semakin kunikmati perjalanan itu, seiring kudengar nyanyian dari burung dan desir angin yang memberikan ketenangan dalam jiwa yang tak kan ku dapatkan pada belahan kehidupan yang lain. Meski semakin dingin saat itu, semakin membuat aku terpacu untuk bergegas melangkahkan kaki-kakiku melewati tebing dan tanjakan terjal yang Nampak sangat panjang di depan mata.
Ketika aku daki langkah demi langkah melewati punggung-punggung bukit, tak ku sangka matahari tersa begitu cepat beranjak meninggalkanku dengan membawa pergi cahaya yang menerangi sing hariku. Hingga tak kudapati seberkas cahayapun selain tiga lampu senter yang mengiringi setiap langkah-langkah kita yang semakin mengecil seiring hilangnya cahaya malam itu.
Harapanku pun mulai terkikis sedikit demi sedikit. Tanjakan terjal yang semakin tak berujung dengan nafas yang mulai tersengal karena oksigen yang semakin menipis pada ketinggian itu, belum lagi kaki yang mulai gemetar diterpa dingin hembusan angin. Hujan rintik pun seolah tak mau kalah untuk menghadang perjalanku bersama para sahabat petualang yang ada bersamaku. Dua langkahku terasa seratus langkah yang begitu berat. Hingga rasa letih yang datang menjadi seribu kali lipat dari biasanya.
Kubangun istana sementara di atas bebatuan cadas dan diantara pohon yang berada di lereng gunung itu. Mengisi lambung yang mulai kosong, benrnyanyi dan berdendang mengusir dingin yang melekat didalam diri dan mengembalikan semangat yang mulai luntur oleh gerimis yang turun di lereng gunung pada malam itu. Takkan aku biarkan rasa pesimis yang mulai terus terbangun menghantui pikiranku sehingga aku menyerah sampai disitu. Kubuang jauh-jauh rasa itu bersama para sahabat petualangku. Akhirnya usaha kita berhasil dingin angin yang berhembus kencang saat itu membawa serta kabut yang menghalang pandangan di depan mata. Sehingga bintang- bintang dari dasar bumi pun bermunculan menghiasi pandangan mataku. Ya,,, itu adalah cahaya lampu rumah-rumah warga di bawah gunung.  Aku berhasil, seperti cerita dalam buku yang beberapa hari ini kubaca. Kekuatan positif memeng mampu membawa kita pada kondisi yang kita inginkan. Namun lebar senyumku tak dapat bertahan lama. Tak lama berselang, hujan rintik mulai datang kembali menutup semua pandangan dari keindahan alam yang tak begitu lama aku nikmati. Dan semakin mengkaburkan harapan dari depan mata.
Mana mungkin aku meneyerahkan keadaan itu pada pikiran negative yang ada pada diri dan para sahabat. Aku tak rela, aku tetap menjaga semangat dan rasa optimis itu. Bahkan kumanfaatkan kondisi hujan itu untuk memenuhi persediaan air yang mulai menipis. Mulai kutampung air hujan tetes demi tetes, hingga seluruh jurigenpun penuh. Tetap, senyum dan rasa optimis masih ada dalam benakku, harapan mencapai puncak di esok hari masih terpahat di kening dan terbaca secara jelas. Berharap alam akan tau apa yang terpahat dikeningku itu dan mengijinkanku untuk menggapainya, karena kutau perjalanku hanya tinggal beberapa jengkal lagi. Hingga akhirnya aku tertidur lelap diantara tetes air hujan yang terus jatuh membasahi bebatuan dan menambah dingin malam itu.
Pagi menjelang, aku bergegas menegakkan badanku dan langsung kuarahkan pandanganku ke langit. Betapa kecewanya hatiku, pandanganku tak berubah hujan dan kabut itu tetap setia menutupi keindahan alam gunung talang dan seakan tak rela memperlihatkan pesona itu kepada ku. Aku masih belum mau menyerah, ku ambil mantel, ku ikatkan tali sepatu dengan kencang. Melangkah dan mencoba menerjang kabut dan hujan yang turun di pagi itu. Berharap aku tau apa yang menjadi tujuanku sebenarnya.
Tapi ternyata alam tak mengijinkan langkahku itu, hujan menjadi lebih deras, anginpun bertiup sungguh kencang hingga tak mugkin lagi kugerkkan kakiku untuk melangkah menuju puncak harapankun. Dan akhirnya aku harus lapng dada untuk meletakkan harapan itu di lereng gunung talang, dan menghempaskannya keras-keras di antara bebatuan cadas agar harapan  dan kekecewaan itu tak lagi muncul dalam setiap hembus nafasku,, .
“kekecewaan bukanlah jawaban atas semua ini, hanya mampu tersenyum kepada alam dan berteriak alkhamdulillah…”
Karena bersyukur  adalah jawaban yang paling tepat saat ini,,
alam akan memberikan ajaran kepada  setiap manusia yang mau bersahabat, hingga jangan pernah lelah untuk berbagi waktu dengannya….
“…natural mystic, if you listen carefully you will hear…(Bob Marley)
Lereng gunung Talang- 12 februari 2012
Agoy  and d’crew
WAPA MANGGALA
‘ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar